Kehadiran Pedagang Kaki Lima (PKL) di
Kota Surakarta membawa manfaat ekonomi namun juga memerlukan penataan yang
cermat. Pemerintah Kota Surakarta telah mengambil langkah-langkah konkret untuk
menata para PKL dan memastikan mereka beroperasi sesuai aturan yang berlaku.
Menurut Peraturan Daerah Kota
Surakarta Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima, PKL
diwajibkan mengajukan izin penempatan. Izin ini mencakup persyaratan seperti
Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kota Surakarta, rekomendasi dari camat yang
wilayahnya akan digunakan sebagai lokasi PKL, serta surat persetujuan dari
pemilik lahan. Pentingnya mematuhi persyaratan ini adalah agar PKL tidak
memperdagangkan barang ilegal, tidak membangun struktur permanen, dan tidak
memiliki usaha lain yang mengganggu lokasi usaha PKL.
Lokasi usaha PKL diizinkan di
tepi-tepi jalan Kota Surakarta, dengan batasan waktu operasional mulai pukul
17.00 WIB hingga 05.00 WIB, sesuai dengan Peraturan Walikota Surakarta Nomor
17-B Tahun 2012. Untuk menggunakan tanah milik pemerintah daerah, PKL harus
membayar retribusi sebesar Rp200 per meter persegi per hari, sesuai dengan
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 5 Tahun 2016.
Namun, penataan PKL oleh Pemerintah
Kota Surakarta tidak hanya sebatas penerapan aturan. Pemerintah Kota Surakarta
mengadopsi pendekatan "ngewongke uwong" yang berarti memanusiakan
manusia. Pendekatan ini tercermin dalam penggunaan istilah; penataan bukan
penertiban. Filosofi dasar penataan PKL adalah memberikan akses seluas mungkin
bagi usaha kecil, bukan mematikannya. Dalam perspektif ini, PKL dianggap
sebagai aset, bukan beban. Penataan dilakukan dengan menyediakan fasilitas
tempat berjualan yang representatif, termasuk mendirikan pasar tradisional
baru, memasukkan PKL ke pasar yang masih memiliki kios/los kosong, dan
membangun shelter PKL.
Langkah-langkah ini memberikan
manfaat yang signifikan. Bagi PKL, penataan ini memberikan jaminan
keberlanjutan usaha mereka dengan tempat berjualan yang permanen dan
perlindungan hukum. Masyarakat sekitar juga merasakan dampak positif, karena
kawasan yang sebelumnya kumuh kini lebih nyaman. Pemerintah Kota Surakarta juga
mendapatkan manfaat berupa pendapatan asli daerah yang baru melalui retribusi
yang dibayarkan oleh PKL yang menggunakan tanah milik pemerintah.
Dengan pendekatan yang humanis dan keberlanjutan
dalam penataan PKL, Pemerintah Kota Surakarta tidak hanya menciptakan
lingkungan yang lebih teratur dan nyaman bagi warganya, tetapi juga
mengembangkan sektor ekonomi lokal. Dengan demikian, upaya ini tidak hanya
meraih keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kenyamanan warganya, tetapi
juga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah secara berkelanjutan. Dalam konteks
ini, Pemerintah Kota Surakarta terus memainkan peran pentingnya dalam membentuk
masa depan yang lebih baik bagi kota dan warganya.