Informasi

Detail Berita

Menyongsong Masa Depan Bersih: Surakarta Mendeklarasikan Operasional PLTSa Putri Cempo

Menyongsong Masa Depan Bersih: Surakarta Mendeklarasikan Operasional PLTSa Putri Cempo

Pada Senin yang lalu (30/10/23), Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka, telah mengawali operasionalisasi PLTSa Putri Cempo. Upacara peresmian yang signifikan ini telah berlangsung di area TPA Putri Cempo, yang terletak di kawasan Mojosongo, Surakarta, dan kemudian dihadiri oleh sejumlah figur terkemuka. 

PLTSa Putri Cempo menjadi bukti nyata dari kolaborasi produktif antara pemerintah lokal dan PT Solo Citra Metro Plasma Power (SCMPP). Dalam upacara peresmian yang berlangsung, Erlan Syuherlan, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Solo Citra Metro Plasma Power (SCMPP), menuturkan bahwa tahapan menuju pengoperasian resmi PLTSa Putri Cempo memerlukan waktu sekitar tujuh tahun agar dapat berfungsi untuk penggunaan publik dan meraih sertifikat layak operasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

“Setelah melalui kurun waktu yang cukup panjang, infrastruktur pengolahan sampah kota Surakarta untuk memproses sampah menjadi energi listrik yang ramah lingkungan ini telah resmi mendapatkan sertifikat layak beroperasi dari kementerian ESDM,” ujarnya dalam pidatonya.

Secara garis besar, tujuan utama dari peluncuran infrastruktur ini adalah untuk menangani masalah meningkatnya jumlah sampah. Proses tersebut dilakukan dengan cara mengkonversi sampah menjadi tenaga listrik, dimana diperkirakan akan menghasilkan sekitar delapan megawatt (MW) energi. Erlan mengungkapkan bahwa dari total megawatt yang dihasilkan, sekitar tiga MW dialokasikan untuk operasi internal pemerintah. Sementara itu, lima MW sisanya dijadwalkan untuk dijual ke PLN, yang kemudian akan mendistribusikannya ke pelanggannya.

Dalam beberapa tahun mendatang, infrastruktur tersebut telah dirancang oleh pemerintah lokal sebagai solusi peningkatan volume sampah di wilayah Surakarta. Kota ini memproduksi sekitar 545 ton sampah setiap hari—campuran dari sampah lama dan baru—yang menjadi alasan kuat di balik pendirian infrastruktur ini. Meski fokus awalnya ditujukan pada Surakarta, rencana jangka panjang menargetkan penggunaan infrastruktur ini tidak hanya di kota tersebut, tetapi juga di kawasan sekitarnya dan secara lebih luas di seluruh Indonesia. 

Penting untuk dicatat bahwa operasionalisasi infrastruktur seperti ini melibatkan proses yang memakan waktu cukup lama. Secara spesifik, untuk penerapan di kota Solo, ini menunjukkan periode konversi yang berlangsung sekitar lima tahun sebelum infrastruktur tersebut dapat memfasilitasi penanganan sampah dari luar Solo.